Partai Golkar merasa tidak sendiri saat mengusulkan anggaran aspirasi Rp 15 miliar per anggota DPR. Namun dalam perjalanannya parpol yang sudah mendukung usulan Golkar berbalik arah setelah menuai protes keras publik.
“Kalau ini ditolak ya sudah, kami punya niat baik. Teman fraksi yang awalnya mendukung kok jadi tidak terima, ya sudah,” keluh Ketua DPP Golkar Bidang Legislasi Priyo Budi Santoso kepada detikcom, Selasa (8/6).
Menurut Priyo, ada dua poin usulan Golkar yang sebenarnya sudah diterima, yakni dana aspirasi Rp 15 miliar per anggota DPR dan dana pembangunan Rp 1 miliar per kelurahan. Namun dalam perjalanannya, lampu hijau berubah menjadi merah, dan ditinggal sendirian.
“Lalu kalau akhirnya dikritik, kemudian fraksi berbalik arah, ya silahkan saja. Dan tidak ada yang salah,” keluh Priyo lagi.
Priyo menyampaikan, ide Golkar sangat positif. Tujuannya supaya pembangunan di daerah terpencil makin maju, dengan demikian pemerataan pembangunan makin cepat terealisasi. “Idenya agar dana yang ada tidak terkonsentrasi di Jakarta dan kota besar,” jelas Priyo.
Sebelumnya diberitakan, Ketua FPG DPR Setya Novanto mengklaim Setgab koalisi telah sepakat membawa usulan Golkar ke pembahasan di DPR. Beberapa partai sahabat seperti PPP dan PKB pun mengakui sepakat, namun demikian PAN, PKS, dan PD masih menimbang. Belakangan PAN, PKS, dan PD seperti melepas tangan.
Priyo menghargai perbedaan pendapat tersebut. Namun Golkar pun akan maju terus dengan pendiriannya. “Kami menerima kritikan itu tapi jangan dianggap ada niat jahat dibalik rencana itu. Tapi kami akan memperjuangkan ini. Kalaupun gagal, ya tidak masalah,” tutupnya.
PKB: Dana Aspirasi Rp 15 M Jauh Panggang dari Api
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) heran dengan tantangan debat Partai Golkar soal anggaran dana aspirasi Rp 15 miliar per anggota DPR. Sebab, hal usulan dana tersebut masih jauh dari realisasi.
“Kenapa yang terjadi perdebatan tidak sehat. Belum ada apa-apa, pahami dulu lah, kok seolah-olah sudah iya,” tutur Ketua Fraksi PKB Marwan Jafar ketika dihubungi detikcom, Selasa (8/5).
PKB, kata Marwan, melihat tantangan Golkar bak sebuah lawakan. “Ini lucu sekali. Itu baru wacana dan yang mengesahkan Banggar (Badan Anggaran-red), bukan Setgab. Panja-red (Panitia Kerja-red) pun baru saja dibentuk, jauh panggang dari api,” imbuhnya.
“Itu pun harus dengan catatan tidak melanggar UU anggaran,” imbuhnya.
Lebih lanjut Marwan menuturkan, fokus pembahasan terdekat oleh Banggar bukanlah dana aspirasi.
“Ada dua fokus yang dibahas dalam Panja Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yaitu infrastruktur dan sektor riil rencana kerja pemerintah,” tutupnya.
Lima Alasan Tolak Dana Aspirasi Rp 15 Miliar
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) secara tegas menolak usulan Golkar soal dana aspirasi Rp 15 miliar per anggota DPR. PPP menjabarkan lima alasan penolakan dengan poin utama mengancam NKRI.
“Pertama mengancam keutuhan NKRI, karena menimbulkan ketimpangan pembangunan makin lebar antara Jawa dan luar Jawa,” kata Ketua DPP PPP Lukman Hakim Saifuddin kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (8/6).
Alasan kedua, arah pembangunan akan tereduksi menjadi parsial. Dengan demikian usulan Golkar tidak menjamin pemerataan pembangunan karena tidak berskala nasional yang komprehensif dan integratif.
“Ketiga, mereduksi fungsi DPR lainnya (legislasi dan pengawasan) karena mengurusi dana aspirasi akan jauh lebih menyita perhatian anggota DPR,” jelasnya.
Alasan keempat, lanjut Lukman, politik anggaran tereduksi hanya untuk kepentingkan dapil. Alokasi anggaran bukan berorientasi pada keseimbangan daerah maju dengan daerah tertinggal.
“Kelima, membuka praktek kolutif dan manipulatif antara anggota DPR, birokrat Pemda, dan pengusaha di daerah,” tutupnya.
Soal Dana Aspirasi Rp 15 M, PDIP Nilai Golkar Ditinggalkan Setgab Koalisi
Penolakan mayoritas anggota Setgab koalisi terhadap usulan Golkar soal dana aspirasi Rp 15 miliar sebagai bukti lemahnya Setgab. Golkar ditinggal begitu saja setelah usulan kontoversialnya dikritik dan dicemooh publik.
“Dalam konteks ini semua pasti meninggalkan Golkar. Karena usul Golkar tidak proper,” kata Wakil Ketua DPR dari PDIP Pramono Anung kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (8/6).
Menurut Pramono, usulan Golkar ditentang keras kawan-kawannya karena sangat kontroversial dan tidak populer. Belum lagi realisasi di lapangan yang sulit dan rawan manipulasi. “Mekanismenya tidak jelas,” terang Pram.
Pramono menambahkan, Golkar juga sedikit mengecewakan Setgab. Golkar telah mengklaim bahwa Setgab telah mendukung dan menyepakati usulan dana kontroversial tersebut. “Menurut saya, yang menjadi dana aspirasi bukan keputusan Setgab,” jelas Pram.
Lebih jauh mantan Sekjen PDIP ini menyampaikan, Setgab koalisi berada di luar sistem pemerintahan dan Parlemen. Tentu kebijakan politik di DPR akan berbeda dengan sikap politik yang berkembang di Setgab. “Setgab tidak bisa menganulir keputusan Parlemen,” tegasnya.
Ibas: Dana Aspirasi Timbulkan Overlapping Pemerintah dan DPR
Anggota Komisi I DPR RI dari Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas, angkat bicara soal usulan dana aspirasi Rp 15 miliar. Ibas menilai usulan Partai Golkar ini akan menimbulkan overlapping dalam pengaturan anggaran negara.
“Sesuai fungsi anggaran anggota DPR yang menjadi amanah konstitusi adalah fungsi perencanaan, pengesahan dan pengawasan. Penambahan fungsi DPR sebagai pengelola anggaran negara akan menimbulkan overlapping peran antara Pemerintah dan DPR,” tulis Ibas dalam keterangan pers yang dikirim ke redaksi detikcom, Senin (8/6).
Ibas menyatakan bisa mengapresiasi niat baik para anggota Dewan untuk kesejahteraan rakyat. Apalagi adanya keinginan dari Dewan untuk mempercepat program-program pemerintah di daerah pemilihannya masing-masing. Namun untuk hal ini, tentunya harus merujuk kepada aturan yang berlaku.
“Misi untuk menyejahterakan rakyat sebaiknya dilakukan tanpa menabrak aturan perundang-undangan yang ada dan melalui mekanisme yang tepat,” terang putra Presiden SBY ini.
Lebih lanjut, anggota Badan Anggaran DPR ini menyatakan, terdapat konflik sejumlah perundang-undangan yang mesti dicermati. Sejumlah perundang-undangan tersebut adalah UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
“Pemerataan dan perimbangan pemberian dana aspirasi juga perlu mendapatkan pertimbangan dalam wacana ini,” tegas anggota DPR dengan jumlah pemilih terbanyak nasional ini.
Hakim MK: Dana Aspirasi Rp 15 M Munculkan Korupsi Model Baru
Usulan dana aspirasi Rp 15 miliar bagi tiap anggota DPR dinilai hanya memunculkan korupsi model baru. Selanjutnya, hal itu justru akan menambah panjang daftar wakil rakyat yang berurusan dengan penegak hukum karena korupsi.
“Terjadinya KKN model baru, dan tidak tepat sasaran yang akhirnya tujuannya justru jauh dari upaya menyejahterakan rakyat,” kata Hakim Konstitusi, Akil Mochtar, saat dihubungi wartawan, Selasa (8/6).
Mantan politikus Golkar ini menjelaskan, dari dana aspirasi yang dibawa anggota Dewan itu bisa muncul proyek fiktif. Sebabnya, anggota Dewan tidak hanya sebagai perencana proyek, tetapi juga pelaksana.
“Bisa lahir proyek fiktif, simsalabim. Yang punya proyek, pelaksana, perencana, dia-dia juga tuh semua. Raskin aja dikorup, BLT aja dikorup, apa lagi yang segede gitu? Aduh mending nggak usah aja deh,” kata Akil.
Dana Aspirasi DPR Rp 15 M Kacaukan APBN
Usulan dana aspirasi 15 miliar untuk tiap anggota DPR dinilai sebagai usulan yang bisa mengacaukan APBN. Nominal yang diajukan juga terlihat aneh, karena jumlahnya pukul rata untuk setiap daerah pemilihan.
“Usulan itu menurut saya akan mengacaukan sistem bernegara, itu kan sama saja membuat aturan baru, dimana anggota dewan yang harusnya menyalurkan aspirasi kemudian mengajukannya menjadi program pemerintah. Bukan malah ikut membuat program baru,” kata pengamat politik, Andrinof Chaniago, kepada detikcom, Senin (7/6) malam.
Pengajuan usulan ini, menurutnya juga terkesan aneh. Sehingga bukan tidak mungkin dalam penditribusiannya ini juga tidak dapat terawasi.
“Dari cara merencanakan anggarannya saja sudah aneh, masa pakai istilah pukul rata per anggota (DPR) 15 milliar untuk wilayah Dapil mereka. Padahal kan setiap pembangunan tiap daerah punya anggaran yang berbeda, itu kan secara tidak langsung menunjukkan bahwa anggota dewan memang ingin melibatkan diri dalam pembangunan tersebut,” kata pria kelahiran Padang ini.
Bagi dosen FISIP UI ini, pengajuan anggaran itu terkesan memaksa meskipun mungkin ada tujuan baik yang tersirat di dalamnya. Menurutnya tindakan itu sama dengan mengkhianati aspirasi rakyat dengan menyalahgunakan wewenang yang ada pada mereka.
“Tujuan yang baik tapi kalau caranya tidak masuk akal, pasti ada niat yang salah disitu. Dana yang disebut-sebut sebagai dana aspirasi tidak seperti yang dibayangkan masyarakat, tambahnya.
Lebih lanjut dia yakin bahwa usulan itu hanya untuk meraih keuntungan bagi para anggota dewan tersebut. “Saya lihat itu motivasinya tidak lain untuk memperoleh keuntungan bagi anggota dewan yang sekerang sudah berada di DPR,” jelasnya.
Dana Aspirasi Rp 15 M Bukan Aspirasi Rakyat
Dana Aspirasi 15 miliar untuk tiap anggota DPR dinilai sebagai akal-akalan dari para anggota Dewan yang telah merasakan empuknya kursi di Senayan. Usulan itu harusnya tidak perlu diwacanakan. Sebab yang terlihat adalah aspirasi itu bukan berasal dari masyarakat daerah pemilihan tetap lebih kepada inisiatif sepihak dari para anggota Dewan.
“Masing-masingkan sudah dana reses, jadi saya rasa argumen untuk dana aspirasi itu seolah-olah bentuk aspirasi dari daerah rasanya kurang kuat. Ini hanya modal politik, agar pada periode berikutnya sudah cukup modal,” kata pengamat politik, Muhadjir Effendy, saat dihubungi detikcom, Senin (7/6) malam.
Bagi rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini, kalau dana ini sampai dicairkan maka akan mengancam posisi para calon legislatif yang akan maju pada 2014 nanti.
“Kalau dana itu sampai turun, akan menjadi ancaman bagi para caleg dari satu partai yang baru akan maju tapi berada di daerah, karena usulan dana itu, sifatnya jangka pajang yaitu untuk melanggengkan posisi mereka yang telah duduk di DPR sekarang. Akhirnya bukan persaingan antar parpol yang terjadi, melainkan persaingan justru terjadi antar satu partai,” kata dia.
Lebih lanjut dia menjelaskan, usulan yang bermula dari partai Golkar tersebut hanya akan menguntungkan para anggota dewan yang berada di posisi 3 besar saja. Jika memang para anggota dewan membutuhkan dana untuk pembangunan daerah pemilihan, alangkah baik jika solusi yang dipakai adalah dana reses yang tersedia.
“Kalau memang membutuhkan dana untuk pembinaan di lingkungan konstituennya, sebaiknya mengajukan untuk menaikkan anggaran bukan membuat program baru, karena tanpa uang itu pun DPR sebenarnya sudah bisa memperjuangakan aspirasi dari daerah,” ujar pria kelahiran Madiun ini.
Namun begitu, Muhadjir yakin untuk meloloskan dana tersebut pastinya tidak mudah. Karena, masih banyak anggota DPR yang memiliki pemikiran jernih dalam melihat usulan itu.
“Tidak yakin itu (usulan dana 15 miliar) bisa disahkan, karena saya yakin masih banyak anggota DPR yang berhati nurani daripada mengusulkan anggaran yang tidak mencerminkan dirinya sendiri. Ini usulan yang tidak tepat di tengah masyarakat sedang menyoroti DPR, lantas DPR malah membuat keputusan untuk menyetujui itu, maka keliatan sekali para politisi Senayan itu egosentrik,” tutupnya.
Rapim DPR Putuskan Pembahasan Dana Aspirasi Rp 15 M Distop
Kontroversi usulan dana aspirasi sebesar Rp 15 M per anggota DPR dipastikan segera berakhir. Rapat pimpinan (Rapim) DPR memutuskan pembahasan ini tidak diteruskan.
“Kemarin sore kami rapat dengan pimpinan dan rapat dengan Menkeu malam harinya. Kami membahas RAPBN 2011 termasuk usulan dana aspirasi Rp 15 M. Hasilnya, pembahasan tidak akan diteruskan,” tutur Wakil Ketua DPR Pramono Anung kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Selasa (8/6).
Pramono, sapaan akrabnya, menambahkan, usulan Partai Golkar itu juga belum jelas mekanismenya. “Angka 15 M itu belum jelas juga belum jelas mekanismenya seperti apa,” ujar Pram.
Sebelumnya, Partai Golkar nampak mantap dengan usulan dana Rp 15 M ini. Bahkan Golkar menantang berdebat dengan partai lain yang tidak setuju. Dana Rp 15 M ini diklaim sebagai dana untuk pengembangan daerah konstituen. Namun, penggelontoran duit miliaran ini kandas seiring kritik keras dari publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar